Wedhusku

Jumat, 15 November 2013

Analisis Kerusuhan Etnik Cina dan Pribumi (Jawa) pada tahun 1980 di Surakarta dengan sumber wawancara

Indonesia adalah sebuah masyarakat yang terdiri dari berbagai suku, ras dan agama. Hal ini diperlihatkan oleh adanya berbagai golongan etnis yang ada didalamnya di bawah suatu negara kebangsaan. Banyak golongan etnis yang mendiami berbagai tempat dan menyebar di berbagai pulau di Indonesia, hubungan yang tidak terjalin dengan baik akan menimbulkan jarak sosial, yang menjadikan konflik sosial. Konflik antar golongan etnis terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Penyebab timbulnya konflik antar etnis memang banyak mencakup kondisi teknik, sosial dan politik. Konflik etnis adalah konflik yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan mengenai politik, ekonomi, sosial, budaya antara dua komunitas etnis atau lebih. Konflik etnis seringkali bernuansa kekerasan. Nasionalisme yang didasarkan pada fundamental etnis membuat suatu kelompok dapat dengan mudah memobilisasi massa, dan membentuk suatu pasukan yang memiliki motivasi berperang yang tinggi. Jika sudah seperti ini, kekuatan militer akan menjadi suatu kekuatan yang sangat kejam. Perang dengan kekejaman yang masih tidak bisa terelakkan. Konflik etnis dapat terjadi jika dua etnis yang berbeda hidup dan beraktivitas di dalam area yang berdekatan. Pemerintahan yang berkuasa biasanya adalah pemerintahan yang lemah, sehingga tidak mampu mencegah dua kelompok etnis yang berbeda untuk saling berseteru ataupun untuk menjamin keamanan dari individu maupun kelompok di masyarakat tersebut. Beberapa penyebab timbulnya jarak sosial dan konflik sosial adalah faktor ekonomi politik dan perlakuan diskriminatif. Konflik masyarakat etnis cina dengan pribumi sudah terjadi jaman dahulu. Pembatasan kekuasaan kepada warga Cina dengan dampak luas dalam hubungan sosial dan psikologi di antara dua etnis. Bagi masyarakat Cina sangat dirasakan pembatasan, kemudian diikuti dengan tumbuhnya rasa keistimewaan bagi status dan posisinya yang diberi fasilitas terbatas oleh pemerintah Belanda. Hal ini terutama terjadi pada kalangan orang-orang Cina kaya yang mampu dipersamakan dengan warga Eropa, sehingga menerima perlakuan istimewa dan kebebasan bisnis dalam kehidupan ekonomi di Surakarta. Mereka juga berhak tinggal di luar kampung-kampung yang ditunjuk bagi orang Cina, namun sebaliknya bisa bermukim di wilayah pemukiman Eropa. Pengangkatan status orang Cina sebagai kawula pemerintah Hindia Belanda menyebabkan putusnya ikatan psikologis dan resmi antara warga Cina ini dengan para penguasa pribumi, yang diikuti dengan semakin renggangnya hubungan antara mereka dan penduduk pribumi. Emosi-emosi yang dilandasi dengan rasa keunggulan etnis antara kedua pihak. sebelum abad XX, orang-orang Cina menjadi sasaran yang sifatnya kriminalitas sosial, maka setelah itu setelah pencabutan dan terjadinya Revolusi Nasionalis Cina. Konflik yang terjadi antara etnis Cina dan penduduk pribumi cenderung bernuansa rasial. Masing-masing pihak merasa tidak lagi memiliki ikatan emosional lama dan saling menganggap dirinya lebih berhak berperan, etnis Cina menganggap diri mereka sebagai warga yang diistimewakan oleh penguasa kolonial sebagai kelas menengah ekonomi sehingga berhak mengambil tindakan ekonomi yang menguntungkannya, sementara penduduk pribumi sebagai pemilik tanah mamandang tindakan orang Cina sebagai melanggar batas kewenangannya. Ketidak adilan perlakuan ekonomi yang disebabkan oleh kebijakan kolonial pada jaman dahulu menjadi pemicu dalam proses pengelompokan sosial. Pengelompokan khusus masyarakat Cina dalam pola pemukiman kolonial ini juga menyebabkan pembentukan kerjasama untuk memajukan kepentingan bersama di antara beberapa sektor usaha. Dibandingkan kegiatan ekonomi Cina abad XIX di Surakarta, kerja sama Cina ini menunjukkan bentuk aktivitas ekonomi dengan nuansa etnis yang cukup kental. Akibatnya konflik dari sektor ekonomi sering muncul melalui benturan kerjasama Cina tersebut dengan kepentingan masyarakat pribumi. Keragaman budaya ini bukanlah pemicu, akar atau juga penyebab akan tetapi multikultural yang ada di Solo dijadikan konflik menjadi memiliki faktor pendukung yang lebih besar untuk menjadi kerusuhan. Konflik yang bernuasa etnis Cina dan pribumi karena identitas etnis dan agama di Solo memberikan warna yang sangat tajam untuk konflik. Etnis tidak menjadi pemicu konflik tetapi kecemburuan sosial yang terpendam di politik dan ekonomi. Terjadi akibat adanya akumulasi kecemburuan sosial dengan mengabaikan nilai-nilai/norma sosial yang ada seperti keterbukaan, tepo seliro dll. Ada hal buruk yang dituduhkan kepada etnis tertentu, dominasi penguasaan pasar ekonomi oleh etnis tertentu, politik orang jawa karena ideologi yang berbeda-beda. Keragaman budaya bukan penyebab konflik tetapi lebih pada menjadi peyebaran yang lebih besar atau lebih luasnya konflik. Selama Orde Baru berlangsung, peristiwa kerusuhan Anti Cina juga terjadi pada tahun 1980. Berbagai peristiwa yang terjadi itu, memperlihatkan bagaimana Kota Solo memiliki rekaman yang cukup banyak atas peristiwa kekerasan massa. Konflik Cina pada tahun 1980 Hanya berawal dari insiden kecil serempetan sepeda antara siswa Sekolah Guru Olahraga dengan seorang pemuda etnis Cina yang bernama Kicak, akhirnya meluas menjadi kerusuhan etnies. Berbagai bangunan seperti rumah, toko, kantor yang ada di sepanjang Kota Solo dibakar massa. Tidak hanya itu kerusuhan berbau etnis itu merembet hingga kota-kota di luar Solo seperti Purwadadi, Kudus, Semarang dan Pati Utara. Kerusuhan diawali ketika pada tanggal 19 November 1980 seorang pemuda Tionghoa bernama Ompong atau Kicak terserempet para pengendara sepeda yang merupakan siswa SGO (Sekolah Guru Olah Raga). Adu mulut terjadi dan Kicak memukul salah seorang siswa SGO itu dengan batu hingga berdarah. Sesudah itu Kicak melarikan diri ke dalam toko Orlane yang juga dimiliki oleh orang Tionghoa dan melarikan diri lewat pintu belakang. Ia lantas menghilang di kompleks SMPN XIII Surakarta. Siswa SGO yang terluka itu bernama Pipit Supriyadi lalu kembali ke sekolah mereka. Kebetulan jaraknya dekat dari tempat kejadian. Pipit yang kebetulan ketua OSIS menghimpun teman-temannya agar mendatangi toko Orlane dan meminta agar mereka menyerahkan Kicak, namun tidak berhasil. Puluhan orang siswa yang berasal dari kelas I dan II itu juga tidak berhasil menemui Kicak di rumahnya di Stabelan. Tuntutan para pelajar itu belum dipenuhi, sehingga puluhan pelajar SGO yang berasal dari kelas 1,2 dan 3 kembali mendatangi toko Orlane. Karena gagal mendapatkan yang mereka harapkan, mulailah mereka melempari sejumlah toko dan rumah di jalan Urip Sumoharjo. Tujuh toko mengalami kerusakan ringan. Pasukan keamanan segera bertindak. Pipit dibawa ke KODIM Sala guna menandatangani perjanjian tertulis disaksikan ibunya dan kepala SGO Negeri Solo, bahwa ia tak akan mengulangi merusak toko, tetapi ia juga meminta agar pihak keamanan menangkap orang yang melukai kepalanya. 20 November 1980 memang tidak terjadi pengrusakan, namun masa mulai berkumpul untuk menyaksikan sisa-sisa kerusuhan. Hari selanjutnya pada tanggal 21 November 1980, kondisinya tenang. Dikabarkan bahwa petugas keamanan itu berhasil mencegah serombongan orang dari luar kota yang ingin masuk ke Surakarta. Hal itu terjadi karena adanya isu bahwa Pipit tewas karena luka-lukanya. Menurut cerita pulangnya Pipit dari kantor Kodim pada hari sebelumnya, ia diikuti tiga orang tak dikenal yang ternyata merupakan mahasiwa Universitas Surakarta Sebelas Maret. Mereka mengajak Pipit agar meneruskan masalah itu, sehingga pada tanggal 21 November diadakan rapat dengan mahasiswa dan perwakilan OSIS di Solo. Pertemuan ketika itu terjadi di Jembatan Jurug. Kemudian pertemuan dipimpin oleh mahasiswa UNS. Pertemuan itu menghasilkan keputusan yaitu pelajar menuju ke Coyudan dengan berjalan kaki untuk mengadakan perusakan toko-toko Cina. Tugas setelah itu, bubar adalah membuat pamflet-pamflet. Semua pelajar tidak boleh mengejek, menghina semua petugas yang bisa menimbulkan kemarahan petugas. Akibatnya kerusuhan meledak pada tanggal 22 November. Masa yang terdiri dari para pelajar berbondong-bondong melempari toko dan bangunan milik keturunan Tionghoa. Sehari setelah itu kerusuhan semakin meluas karena ada para penjahat yang di sebut dengan gali. Efek masalah kerusuhan yang bernuasa etnik ini adalah amuk massa berbau etnis. Inti masalah nya adalah keragaman budaya. Akar dan penyebabnya yang sampai pada saat ini masih ada adalah masyarakat etnis Cina yang masih tertutup dan belum dapat berbaur, masyarakat pribumi yang menguasai tetapi tidak memberikan padangan yang sama dengan etnis lain dan cina khususnya. Kepemihakan pemerintah atau pelaksana keamanan tidak seimbang, kepemihakan kepada pemilik modal dan pengusaha yang kebanyakan adalah etnis Cina, kesenjangan ekonomi antara etnis Cina dan Pribumi yang masih sedikit jembatannya dan perpolitikan yang dipengaruhi oleh eksternal dan internal masyarakat Solo itu sendiri. Dengan mengambil isu-isu etnik untuk membangun massa partai. Yang masih melekat baik etnis Cina dan pribumi komunikasi antar etnik sangat jarang, yang pasti hanya terjadi antara majikan dan pembantu, penjual dan pembeli. Ketidak pedulian pemerintah terhadap asimilasi dan akulturasi keberagaman budaya. Persepsi yang berbeda yang disebabkan perbedaan budaya dan tidak terjadinya dialog didalamnya. Masih sedikitnya sosialitas yang menemukan beragam etnis di Solo kejujuran dalam berdialog di dalam forum-forum antar etnis, dialog yang masih semu dan masih pada permukaan saja. dialog yang yang tidak berkelanjutan, terjadi dialog jika sudah terjadi kerusuhan dan ketika sudah lama tidak kerusuhan beberapa etnis Cina tidak terlihat. Bhinneka Tunggal Ika adalah Semboyan, negara kita Bhinnekka Tunggal Ika merupakan kenyataan dari masyarakat Indonesia yang terdiri banyak suku bangsa yang masing-masing memiliki jatidiri sukubangsa dan kebudayaan. Tidak dapat dipungkiri, keragaman bangsa Indonesia yang pada satu sisi dapat teraktivasi sebagai faktor pemersatu namun di satu sisi lainnya dapat menyebabkan perpecahan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk penyelesaian konflik tersebut seperti suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini pemerintah dan aparat penegak hukum yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak dengan memberikan sanksi yang tegas. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama Cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah perlunya diberikan pemahaman dan pembinaan terhadap arti Bhinneka Tunggal Ika sebagai faktor pemersatu keanekaragaman di Indonesia, bukan sebagai faktor pemicu perpecahan atau konflik. Selain itu perlu diberikan pemahaman kepada para pihak yang terlibat konflik untuk meniadakan prasangka yang ada pada kedua belah pihak dengan cara memberikan pengakuan bahwa masing-masing pihak adalah sederajat dan melalui kesederajatan tersebut masing-masing anggota sukubangsa berupaya untuk saling memahami perbedaan yang mereka punyai serta menaati berbagai norma dan hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai masyarakat yang baik, kita harus menjaga agar konflik tidak mudah terjadi di lingkungan hidup kita dan berusahalah untuk menghindarinya. Selalu bertoleransi, saling menghormati satu sama lain dan jangan jadikan perbedaan suatu masalah. Karena Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika jadi walaupun berbeda tetap satu bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar